Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

A. Bahasa Indonesia Sebelum Kemerdekaan


Pada dasarnya bahasa Indonesia berasal atau berakar dari bahasa Melayu. Ada berbagai bukti yang menyatakan bahwa bahasa melayu merupakan akar dari bahasa Indonesia. Antara lain sebagai berikut.

Bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa kebudayaan, yaitu sebagai bahasa yang digunakan dalam buku-buku yang dapat digolongkan sebagai hasil sastra dan digunakan sebagai bahasa resmi pada kerajaan-kerajaan nusantara di abad ke-14. Selain itu, bahasa Melayu juga merupakan salah satu bahasa yang tersebar di seluruh Nusantara bahkan hingga seluruh wilayah Asia Tenggara terutama digunakan sebagai bahasa perantara dalam perdagangan.  

Telah ditemukan beberapa bukti tertulis mengenai bahasa Melayu tua pada berbagai prasasti dan inkripsi. Bukti-bukti berupa prasasti antara lain: prasasti Kedukan Bukit (tahun 683 M), di Talang Tuwo (dekat Palembang,bertahun 684 M), di Kota Kapur (Bangka Barat, tahun 686 M), di Karang Brahi (antara Jambi dan Sungai Musi, berahun 688 M). Sedangkan dalam bentuk inskripsi diantaranya, Gandasuli di daerah Kedu, Jawa Tengah, bertahun 832 M.

Adanya berbagai dialek bahasa Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara merupakan bukti lain dari pertumbuhan dan persebaran bahasa Melayu. Misalnya, dialek Melayu Minangkabau, Palembang, Jakarta (Betawi), Larantuka, Kupang, Ambon, Menado, dan sebagainya. Hasil kesusastraan Melayu Lama dalam bentuk cerita pelipur lara, hikayat, dongeng, pantun, syair, mantra, dan sebagainya juga merupakan bukti dari pertumbuhan dan persebaran bahasa Melayu. Di antara karya sastra lama yang terkenal adalah Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang gelar Bendahara Paduka Raja yang diperkirakan selesai ditulis pada tahun 1616. Selain itu juga ada Hikayat Hang Tuah, Hikayat Sri Rama, Tajus Salatin, dan sebagainya (Supriyadi dkk. 1992, Keraf, 1978).

Ketika orang-orang Barat sampai ke Indonesia, yaitu sekitar abad XIV, mereka menemukan bahwa bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa resmi dalam pergaulan dan perdagangan. Sehingga mereka sulit untuk menyebarkan bahasa mereka di wilayah Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa kenyataan, misalnya seorang Portugis bernama Pigefetta, setelah mengunjungi Tidore, menyusun semacam daftar kata bahasa Melayu pada tahun 1522. Jan Huvgenvan Linschoten, menulis buku yang berjudul “Itinerarium ofte schipvaert Naer Oost Portugels Indiens”. Dikatakan bahwa bahasa Melayu itu bukan saja sangat harum namanya, tetapi juga merupakan bahasa negeri Timur yang dihormati.

Bangsa Portugis dan Belanda yang datang ke Nusantara mendirikan sekolah-sekolah. Mereka kesulitan menggunakan bahasa mereka sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran di sekolah. Hal inilah yang membuktikan begitu kuatnya perkembangan bahasa Melayu bagi rakyat Indonesia, dan ini juga yang menjadi fakta kegagalan bangsa Portugis dan bangsa Belanda dalam mempengaruhi perkembangan bahasa Melayu secara utuh di Indonesia. Kegagalan dalam mempergunakan dan menyebarkan bahasa-bahasa barat itu, memuncak dengan keluarnya keputusan pemerintah kolonial, KB 1871 No. 104, yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah Sekolah Bumi Putera diberikan dalam bahasa daerah atau bahasa Melayu.

Perkembangan bahasa Melayu yang begitu pesat di Indonesia mendorong adanya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Oleh dasar itu, para pemuda Indonesia yang bergabung dalam pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia atau bahasa pemersatu untuk seluruh bangsa Indonesia melalui ikrar Sumpah Pemuda pada taggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar: “ (1) Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah dara satu yaitu Tanah Air Indonesia; (2) Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia; (3) Kami putra-putri Indonesia mengaku menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia”.

Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928 inilah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.

Berikut ini diuraikan berbagai peristiwa penting yang terkait dengan perkembangan bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan.

  1. Penyusunan ejaan resmi bahasa Melayu pada tahun 1901 oleh Ch. A. Van Ophuysen yang termuat dalam Kitab Logat Melayu. Ejaan ini disebut Ejaan Van Ophuysen.
  2. Pendirian Taman Bacaan Rakyat (Commisie voor de Volkslectuur) pada tahun 1908, untuk selanjtnya pada tahun 1917 diubah namanya menjadi Balai Pustaka.
  3. Ketetapan Ratu Belanda pada tahun 1918 yang meberikan kebebasan kepada para anggota Dewan Rakyat (Volksraad) untuk menggunkan bahasa Melayu dalam forum.
  4. Peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang diantaranya menetapkan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu sebagai bahasa Nasional.
  5. Berdirinya Angkatan Pujangga Baru atau Angkatan ’33 pada tahun 1933 yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Angkatan Pujangga Baru yang sebenarnya nama suatu majalah sebagai wadah ekspresi budaya dan sastra ini besar peranannya dalam membantu perkembangan bahasa Indonesia.
  6. Kongres Bahasa Indonesia I  di Solo tahun 1938. Kongres ini diadakan sebagai tindak lanjut dari Kongres Pemuda tahun 1928. Beberapa keputusan penting dalam kongres tersebut antara lain sebagai berikut: (a) Sudah ada pembaharuan yang timbul karena ada cara berpikir yang baru, sebab itu perlu diatur pembaharuan bahasa. (b) Gramatika yang sekarang tidak memuaskan lagi dan tidak menurut wujud bahasa Indonesia, karena itu perlu disusun gramatika baru yang menurut wujud bahasa Indonesia. (c) Para wartawan perlu berupaya memperbaiki bahasa Indonesia di dalam persuratkabaran. (d) Mulai saat itu bahasa Indonesia diharapkan dipakai oleh semua badan perwakilan sebagai bahasa perantaraan (vertaal). Menjadikan bahasa Indonesia bahasa yang sah dan bahasa undang-undang Negara. (e) Untuk kemajuan masyarakat Indonesia, penyelidikan bahasa dan kesusastraan dan kemajuan kebudayaan bangsa Indonesia, perlu didirikan Perguruan Tinggi Kesusastraan secepatnya.
  7. Pendudukan Jepang di Indonesia (1942 s.d 1945). Pada masa ini bahasa Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Bahasa Indonesia dijadikan alat perhubungan satu-satunya dan berbagai karya sastra, drama, puisi, cerpen banyak dihasilkan sehingga pertumbuhan bahasa Indonesia pun semakin cepat.

B. Bahasa Indonesia Sesudah Kemerdekaan

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).

Setelah kemerdekaan, bahasa mengalami perkembangan yang lebih pesat lagi, pemerintah pun memberi perhatian pada perkembangan bahasa itu dengan membentuk lembaga Pusat Bahasa dan Penyelenggara Kongres Bahasa Indonesia.

Berikut ini diuraikan berbagai peristiwa penting yang terkait dengan perkembangan bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan. 
  1. Penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, dan dinyatakan dalam UUD 1945 bab XV, pasal 36.
  2. Penetapan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi untuk memperbaiki Ejaan van Ophuysen, pada tanggal 19 Maret 1947.
  3. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tahun 1954. Hasil kongres ini diantaranya: (a) Saran pembentukan badan kompeten yang diakui oleh pemerintah untuk (1) dalam jangka pendek menyusun tata bahasa Indonesia yang normative bagi SR, SLP, SLA, dsb., (2) dalam jangka panjang menyusun suatu tata bahasa deskriptif yang lengkap. (b) Mengadakan pembetulan/penyempurnaan bahasa Indonesia di dalam undang-undang darurat, peraturan pemerintah, dan peraturan negara yang lain. (c) Bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhannya dengan masyarakat keilmuan sekarang. (d) Mengadakan pembetulan/penyempurnaan yang dipandang perlu dalam bahasa Indonesia di dalam undang-undang, undang-undang darurat, peraturan pemerintah dan peraturan negara yang lain. (e) Memeriksa bahasa rancangan undang-undang darurat, dan peraturan negara sebelum ditetapkan dan menjaga supaya istilah-istilah hukum bersifat tetap, terang. (f) Dianjurkan agar istilah hukum senantiasa ditulis dalam bentuk yang sama. (g) Untuk lebih menyempurnakan bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmiah dan kebudayaan di dalam arti yang seluas luasnya dan sedalamdalamnya, perlu diciptakan iklim dan suasana sedemikian rupa sehingga bahasa tersebut dapat berkembang secara mulus sempurna. (h) Dianjurkan agar dalam pergaulan sehari-hari hendaklah senantiasa menggunakan bahasa Indonesia, oleh karena itu perlu dibentuk lembaga bahasa yang dapat memberikan bimbingan nyata pada pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. (i) Untuk menjamin pemakaian bahasa Indonesia yang baik di sekolahsekolah, mesti ada penelitian dan pengawasan yang seksama oleh Lembaga Bahasa Indonesia dan Pemerintah. (j) Bahasa pers dan radio sedapat mungkin adalah bahasa yang resmi yaitu bahasa Indonesia.
  4. Penetapan pemakaian ejaan baru yaitu yang dikenal dengan nama Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) oleh Presiden Suharto pada tanggal 16 Agustus 1972.
  5. Pengubahan nama Lembaga Bahasa Nasional yang selama itu menangani pelbagai hal yang berkaitan dengan bahasa dan sastra Indonesia/daerah, menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada tanggal 1 Februari 1975.
  6. Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta tahun 1978. Keputusan penting dalam kongres tersebut adalah perlunya upaya-upaya dalam: (a) Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan kebijaksanaan kebudayaan, keagamaan, sosial, politik, dan ketahanan nasional. (b)Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang pendidikan. (c) Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang komunikasi. (d) Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam bidang kesenian. (e) Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang lingustik. (f) Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan bidang ilmu dan teknologi.
  7. Penetapan Bulan Bahasa pada tanggal 28 Oktober 1980. Peristiwa ini dilaksanakan setiap tahun selama satu bulan yaitu pada bulan Oktober.
  8. Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta pada tahun 1982. Keputusan penting dalam kongres ini adalah: (a) Bidang bahasa. Bahasa Indonesia telah mengalami perubahan dan kemajuan yang sangat pesat dan fungsinya semakin mantap tidak hanya sebagai alat komunikasi sosial dan administrasi, tetapi juga sebagai alat komunikasi ilmu dan agama.  (b) Pengajaran Bahasa. Tujuan utama pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia di lembaga-lembaga pendidikan adalah memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.  (c) Pembinaan Bahasa. Pemakaian bahasa Indonesia di dalam masyarakat khususnya di lembaga-lembaga, badan-badan, dan organisasi organisasi yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan bangsa dan Negara belum menggembirakan. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam ilmu, seperti ilmu hukum dan ilmu administrasi, banyak yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Selain itu, pemakain bahasa Indonesia melalui media massa, baik secara tertulis maupun secara lisan, masih memiliki kelemahan. 
  9. Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta tahun 1988. Pada kongres ini diperkenalkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memuat 62.100 butir masukan termasuk ungkapan dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang disusun di bawah koordinasi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Beberapa simpulan penting dalam kongres tersebut diantaranya sebagai berikut: (a) Bahasa. Kedudukan bahasa Indonesia kini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Namun masih banyak pemakai bahasa Nasional kita yang belum mempergunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, sesuai dengan konteks pemakaiannya. Karena itu pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan.  (b) Sastra. Sastra, jika ditinjau dari fungsinya, dapat memberikan kepuasan dan pendidikan bagi pembacanya. Sastra juga dapat mengembangkan imajinasi. Karena itu, sastra selain dapat dijadikan wahana pengembangan dan penyebaran bahasa Indonesia yang kreatif dan dinamis, dapat pula meningkatkan kecerdasan dan memanusiakan manusia. Sastra dapat juga dimanfaatkan dalam pendidikan bangsa.  (c) Pengajaran Bahasa. Tujuan pendidikan bahasa Indonesia adalah membina keterampilan peserta didik berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam upaya meningkatkan mutu manusia Indonesia sebagai bekal menghadapi kehidupan masa kini dan mendatang. Tujuan pendidikan bahasa Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan tujuan pendidikan nasional. (d) Pengajaran Sastra. Diperlukan kesempatan yang lebih luas untuk mendorong kreativitas guru dan peserta didik di dalam pelaksanaan pengajaran sastra agar fungsi kurikulum pengajaran bahasa Indonesia sebagai pedoman pengajaran tidak menjadi kendali yang terlalu ketat yang menghilangkan ruang gerak dan inisiatif guru dan peserta didik. Tujuan pengajaran sastra adalah menumbuhkan dan mengembangkan akal budi peserta didik melalui kegiatan pengalaman sastra.

1 Comments

Previous Post Next Post

Contact Form