Hakikat Manusia dan Pendidikan



1.    Pengertian dan Aspek-Aspek Hakikat Manusia
a.    Pengertian Hakikat Manusia
Ada berbagai pendapat tentang manusia, tergantung pada sudut pandang masing-masing orang. Beberapa diantaranya telah memandang manusia sebagai makhluk yang mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang mampu berbahasa, dan makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan.
Manusia adalah makhluk bertanya yang selalu ingin tahu tentang berbagai hal.Tidak hanya ingin mengetahui tentang segala sesuatu yang ada di luar dirinya, manusia juga berusaha mencari tahu tentang siapa dirinya sendiri.
Dalam kehidupannya yang nyata, manusia mempunyai banyak sekali perbedaan, baik tampilan fisik, strata sosial, kebiasaan maupun pengetahuannya. Tetapi, dibalik perbedaan itu terdapat satu hal yang menunjukkan kesamaan di antara semua manusia, yaitu semua manusia adalah manusia. Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial dari setiap manusia itulah yang kemudian disebut hakikat manusia. Atau dengan kata lain hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu yang olehnya” manusia menjadi apa yang terwujud, “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki karakteristik yang khas, “sesuatu yang olehnya” ia merupakan sebuah nilai yang unik, yang memiliki sesuatu martabat khusus(Wahyudin, 2008: 1.4).
Sementara itu Tirtahardja dan La Sulo (2010: 3) mengungkapkan bahwa hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipiil membedakan manusia dengan hewan.  Wujud hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh hewan) menurut paham eksistensialisme adalah sebagai berikut.
1)     Kemampuan menyadari diri;
2)     Kemampuan bereksistensi;
3)     Pemilikan kata hati;
4)     Moral;
5)     Kemampuan bertanggung jawab;
6)     Rasa kebebasan (kemerdekaan);
7)     Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak; dan
8)     Kemampuan menghayati kebahagiaan.
Hakikat manusia merupakan inti dari kemanusiaan manusia yang di dalamnya terkandung harkat dan martabat manusia dari awal penciptaannya  di muka bumi sampai perjalanannya kembali ke hadapan Sang Maha Pencipta (Prayitno, 2009: 14)
Berbeda dengan yang di atas, Mudyahardjo (2012: 17) mengungkapkan pandangan ilmiah dan filosofis tentang manusia. Secara ilmiah manusia adalah homo sapiens; organisme sosiobudaya; individu yang belajar; animal sociale (binatang yang hidup bermasyarakat); animal politicon (binatang yang hidup berpolitik); dan animal economicus (binatang yang terus berusaha memperoleh kemakmuran materiil). Sedangkan secara filosofis manusia adalah binatang yang berbuat; makhluk yang berpikir dan beriman/percaya; binatang yang berevolusi fisik, psikis, dan sosial; binatang yang bebas mewujudkan dirinya; animal symbolicum (mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk mengkomunikasikan pikirannya).
Manusia adalah makhluk Allah yang sangat mulia, karena ia telah dilengkapi sejak awal penciptaannya dengan akal pikiran, sehingga atas dasar ini pula, ia sanggup memikul amanah Tuhan sebagai khalifah fi al-Ardl. Di samping itu, manusia dilengkapi dengan fitrah yang selalu cenderung kepada kebenaran. Artinya bahwa manusia adalah makhluk yang senantiasa cenderung untuk mengetahui siapa Tuhannya, di samping juga terdapat kecenderungan untuk beragama (Ahnan dan Syafa, 1994: 204).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia adalah segala sesutu yang mendasar dari manusia yaitusebagai makhluk ciptaan Allah yang sangat mulia dan paling sempurna di alam dunia serta memiliki ciri-ciri karakteristik yang membedakannya dengan makhluk lain di alam dunia. Manusia adalah makhluk yang mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang mampu berbahasa, dan makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan.

b.    Aspek-Aspek dan Dimensi Hakikat Manusia
Menurut Wahyudin (2008: 1.6) ada beberapa aspek hakikat manusia antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai makhluk Tuhan), struktur metafisiknya (contoh: manusia sebagai kesatuan badan-ruh), serta karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk individual, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan sebagai makhluk beragama).
1)     Manusia sebagai makhluk Tuhan
Manusia adalah subjek kesadaran dan penyadaran diri. Oleh karena itu manusia adalah subjek yang menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada diluar dirinya (objek). Terdapat dua pandangan filsafat yang berbeda tentang asal-usul alam semesta dan manusia, yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme. Menurut Evolusionisme, alam semesta dan manusia ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan, alam semesta dan manusia  berkembang dari alam itu sendiri sebagai hasil evolusi. Sebaliknya Kreasionisme menyatakan bahwa adanya alam semesta dan manusia ini adalah hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2)     Manusia sebagai kesatuan badan-roh
Berkenaan dengan struktur metafisiknya  manusia adalah kesatuan badani-rohani yang tak dapat dibagi, serta memiliki perbedaan dan subjektivitas, karena itu manusia disebut makhluk  individual. Terdapat empat paham atas permasalahan manusia sebagai kesatuan badan-roh, yaitu materialisme, idealisme, dualisme, dan paham yang menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan-ruh.
Menurut paham materialisme yang esensial dari manusia adalah badannya, bukan jiwa atau rohnya. Sedangkan paham idealisme mengungkapkan bahwa yang esensial dari manusia adalah rohnya atau jiwanya, bukan badannya. Sementara itu paham dualisme mengemukakan bahwa manusia  terdiri dari dua substansi yaitu badan dan jiwa, namun tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi antara keduanya.Paham keempat menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan dari hal yang bersifat badani dan rohani yang pada hakikatnyaberbeda dengan tumbuhan, hewan maupun material.Dari penegasan ini, jelaslah bahwa manusia itu adalah kesatuan badani-rohani.
3)     Manusia sebagai makhluk individu
Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai pribadi merupakan kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia. Sebagai individu, setiap manusia menpunyai perbedaan yang unik  dan khas karena tidak ada manusia yang sama persis. Walaupun ada yang mirip, belum tentu sifatnya sama.
4)     Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia adalah makhluk yang harus hidup bermasyarakat untuk kelangsungan hidupnya, baik yang menyangkut pengembangan pikiran, perasaan dan tindakannya serta agar dapat mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan dalam lingkungan manusia.
5)     Manusia sebagai makhluk berbudaya
Manusia memiliki  inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri.
6)     Manusia sebagai makhluk susila
Manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu kekuatan yang memperingatkan perbuatan buruk dan usaha mencegah dari perbuatan itu. Manusia pada umumnya mengetahui ada baik dan ada buruk. Pengetahuan bahwa ada baik dan ada buruk itu disebabkan kesadaran kesusilaan.
7)     Manusia sebagai makhluk beragama
Aspek keagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Menurut Tirtahardja dan La Sulo (2010: 17) ada empat macam dimensi dalam hakikat manusia, yaitu:
1)     Dimensi keindividualan
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas. Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
2)     Dimensi kesosialan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesamanya. Manusia hanya menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak ada seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakikat kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya dapat mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial. Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya.
3)     Dimensi kesusialaan
Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Manusia itu dikatakan sebagai makhluk susila. Drijarkoro mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, maka dia harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti dengan kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
4)     Dimensi keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius yang mempercayai adanya kekuatan yang menguasai alam semesta ini. Dengan adanya agama yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esamanusia pun menganut agama tersebut.Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya.

2.    Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan
a.    Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia), yaitu suatu upaya dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar mampu hidup sesuai martabat kemanusiaannya. Pendidikan bersifat personalisasi atau individualisasi, yaitu bertujuan agar manusia menjadi pribadi atau individu yang mantap (Wahyudin, 2008: 1.29).
Pendidikan dalam arti luas adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam arti sempit pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remajayang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Dan dalam arti luas terbatas pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyahardjo, 2012: 3).
Sementara itu Tirtahardja dan La Sulo (2010: 33) mengemukakan bahwa pendidikan mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk mejelaskan arti pendidikan secara lengkap. Adapun batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut.
1)    Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, yaitu sebagai kegiatan pewarisan budaya dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan yang tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu dianggap tabu diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
2)    Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, yaitu sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbukanya kepribadian peserta didik. Sistematis disebabkan karena proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedural) dan sistemik disebabkan karena berlangsung dalam semua situasi, di semua lingkungan yang saling mengisi baik lingkungan rumah, sekolah maupun masyarakat.
3)    Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara, yaitu sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang baik sesuai dengan tuntutan bangsa masing-masing. Bagi bangsa kita hal ini bertujuan agar peserta didik tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini sesuai denganUUD 1945 Pasal 27 yang menyatakan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada kecualinya.
4)    Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja, yaitu sebagai suatu kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk siap bekerja. Hal ini sejalan dengan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
5)    GBHNmemberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonsia dan berdasarkan Pancasila serta UUD 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

b.    Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi, yaitu memberikan arah kepada segenap pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Pendidikan formal (pada sistem persekolahan) pada umumnya memiliki empat jenjang tujuan, yaitu:
1)    Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia ialah manusia Pancasila.
2)    Tujuan institusional, yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu.
3)    Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran.
4)    Tujuan instruksional, yaitu tujuan pokokbahasan dan subpokok bahasan dalam mata pelajaran.
(Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 39)

c.    Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik yang terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, mesu dan mikro. Pengelolaan proses dalam ruang lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya dituangkan dalam bentuk UU Pendidikan, Peraturan Pendidikan, SK Mentri, SK Dirjen,serta dokomem-dokomen pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional yang lain. Pengelolaan dalam ruang lingkup mesu merupakan implikasi kebijakan-kebijakan nasional kedalam kebijakan operasional dalam ruang lingkup budaya dibawah tanggung jawab Kakanwil dan Depdikbud. Penggelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan sekolah maupun kelas, sanggar-sanggar belajar dan satuan-satuan pendidikan lainnya dalam masyarakat (Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 40).

d.    Unsur-Unsur Pendidikan
Ada beberapa unsur-unsur pendidikan, yaitu sebagai berikut.
1)    Subjek yang dibimbing (peserta didik)
2)    Orang yang membimbing (pendidik)
3)    Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4)    Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5)    Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6)    Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7)    Tempat di mana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
(Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 51)

e.    Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)
Sepanjang hidupnya manusia selalu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri secara aktif, dinamis, kreatif, dan inovatif terhadap diri sendiri dan kemajuan zaman. Prinsip pendidikan mengandung makna bahwa pendidikan itu lekat dengan diri manusia, karena dengan itu manusia dapat terus menerus meningkatkan kemandiriannya sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat, meningkatkan self fulfillment (rasa kepenuhmaknaan) dan terarah kepada aktualisasi diri.
Konsep pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan perstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasiannya dan perstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua (Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 43).
Pendidikan sepanjang hayat adalah suatu konsep,idea, dan gagasan pokok yang dalam konsepnya belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal. Seseorang masih bisa mendapatkan pendidikan atas kemauanya setelah ia selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal. Bedasarkan idea tersebut konsep belajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning) atau belajar berkelanjutan. Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang sudah berusia lanjut (Yulita, 2012).

3.    Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan
Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”. Dari kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya. Seseorang yang dilahirkan dengan bakat seni misalnya, memerlukan pendidikan untuk diproses menjadi seniman terkenal (Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 24).
a.    Perlunya Pendidikan Bagi Manusia
Sejak kelahirnannya manusia memang adalah manusia, tetapi ia tidak secara otomatis menjadi manusia dalam arti dapat memenuhi berbagai aspek hakikat kemanusiaan. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa manusia hidup di dunia dalam keadaan belum tertentukan menjadi apa atau menjadi siapa nantinya, karena itu hakikat manusia pada dasarnya merupakan potensi sekaligus adalah sebagai tugas yang harus diwujudkan oleh setiap manusia. Adapun untuk menjadi manusia yang sesungguhnya diperlukan pendidikan atau harus dididik. “Man can become man through education only”, demikian pernyataan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Wahyudin, 2008: 1.21).

b.    Asas-Asas Kemungkinan Pendidikan
Manusia perlu dididik, implikasinya manusia harus melaksanakan pendidikan dan mendidik diri. M.J. Langeveld (1980) menyatakan bahwa manusia adalah animal educantum, dan ia memang adalah animal educabile. Ada lima asas antropologis yang mendasari kesimpulan bahwa manusia dapat dididik, yaitu sebagai berikut.
1)    Asas potensialitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki potensi untuk dapat menjadi manusia.
2)    Asas dinamika, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki dinamika untuk menjadi manusia yang ideal.
3)    Asas individualitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki kedirisendirian (subjektivitas), ia berbeda dari yang lainnya dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai keinginan dirinya sendiri.
4)    Asas sosialitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia hidup bersama dengan sesamanya, ia bergaul dengan orang lain, dan ada pengaruh timbal balik dari pergaulan tersebut.
5)    Asas moralitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, dan pada dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas dasar kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek moralitas).
(Wahyudin, 2008: 1.23).

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form