Analisis Makna dan Hubungan Antara Novel The Da Vinci Code dengan Naskah Kuno Takepan Sasak Berdasarkan Teori Resepsi Sinkronik

ANALISIS MAKNA DAN HUBUNGAN ANTARA NOVEL THE DA VINCI CODE DENGAN NASKAH KUNO TAKEPAN SASAK BERDASARKAN TEORI RESEPSI SINKRONIK

Oleh: Dian Mahendra 


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Novel The Da Vinci Code karangan Dan Brown merupakan novel yang sangat sensasional. Novel ini menimbulkan kontroversi yang luar biasa di semua kalangan. Pada bagian awal novel ini, Dan Brown mengatakan “semua fakta, karya seni, dokumen, dan ritus rahasia di dalam novel ini adalah akurat”, tentunya ini menimbulkan tanda tanya besar bagi pembaca. Ditambah lagi dengan ketidaksesuaian isi yang terdapat di dalam novel dengan nilai-nilai yang berlaku dan berkembang dalam kehidupan umat kristen. 

Naskah Kuno Takepan Sasak juga menyimpan misteri yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat suku Sasak. Naskah kuno ini memuat ilmu pengetahuan dan nilai-nilai tradisonal yang sejak dahulu berkembang dalam kehidupan masyarakat suku Sasak.  Dengan kalimat lain, naskah kuno ini memuat jati diri kehidupan sasak sejak dahulu. Akan tetapi karena bahasa dan aksara yang digunakan dalam naskah kuno ini adalah bahasa dan aksara yang sudah tidak dipakai pada zaman sekarang ini menyebabkan masyarakat sulit untuk menggali isi dari naskah kuno ini. 

Novel The Da Vinci Code dan Naskah Kuno Takepan Sasak ini dianggap begitu fenomenal dalam kehidupan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan kajian mengenai makna dan hubungan dari novel dan naskah kuno tersebut.

B. Rumusan Masalah
  1. Apakah makna novel “The Da Vinci Code”?
  2. Apakah makna “Naskah Kuno Takepan Sasak”?
  3. Apakah  hubungan antara novel “The Da Vinci Code” dengan “Naskah Kuno Takepan Sasak”?
C. Tujuan

Kajian mengenai Hubungan Antara Novel The Da Vinci Code dengan Naskah Kuno Takepan Sasak melalui Teori Resepsi Sinkronik ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara novel The Da Vinci Code dengan Naskah Kuno Takepan Sasak.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Novel The Da Vinci Code

The Da Vinci Code adalah sebuah novel karangan Dan Brown, seorang penulis Amerika, diterbitkan pada 2003 oleh Doubleday Fiction. Buku ini adalah salah satu buku terlaris di dunia dengan 36 juta eksemplar (hingga Agustus 2005) dan telah diterjemahkan ke dalam 44 bahasa, termasuk Indonesia. Di Indonesia diterbitkan oleh penerbit Serambi Ilmu Semesta pada tahun 2004. 

Menggabungkan gaya detektif, thriller dan teori konspirasi, novel ini telah membantu mempopulerkan perhatian terhadap sebuah teori-teori tentang legenda Cawan Suci (Holy Grail) dan peran Maria Magdalena dalam sejarah Kristen—teori-teori yang oleh Kristen dipertimbangkan sebagai ajaran sesat dan telah dikritik sebagai sejarah yang tidak akurat. Buku ini adalah bagian kedua dari trilogy yang dimulai Dan Brown dengan novel Malaikat dan Iblis (Angels and Demons) pada tahun 2000, novel pertama yang memperkenalkan karakter Robert Langdon. Pada November 2004, Random House menerbitkan "Edisi Spesial Ilustrasi", dengan 160 ilustrasi yang berselingan dengan teks. 

Buku ini dibuka dengan pengakuan Dan Brown bahwa "Semua deskripsi karya seni, arsitektur, dokumen, dan ritus rahasia dalam novel ini adalah akurat". Klaim ini diperdebatkan oleh para sarjana akademisi dalam diskusi-diskusi buku.   

Alur cerita mengatakan bahwa Gereja Katolik telah terlibat dalam konspirasi untuk menutupi cerita Yesus yang sebenarnya. Ini menyiratkan bahwa Vatikan dengan sadar mengetahui sedang hidup dalam suatu kepalsuan, tetapi mengerjakan sesuatu demi menjaga kekuasaannya. Para penggemar memuji bahwa buku ini kreatif, walaupun kritikus juga menyerang dengan mengatakan ketidakakuratannya dan tulisan yang buruk, dan mengutuk pendirian yang kontroversial pada peran Gereja Kristen.

B. Naskah Kuno Takepan Sasak

Naskah Kuno Takepan Sasak adalah naskah kuno yang ditulis di atas daun lontar dan dirangkai menjadi satu kesatuan dengan cara diikat di tengah. Takepan Sasak ini pada umumnya menggunakan bahasa Kawi dan bahasa Sasak. Dalam perkembangannya ada asimilasi bahasa antara bahasa Kawi dan bahasa Sasak dalam takepan untuk mencapai guru lagu dan sekaligus membangun rima puitiknya. 

Menurut isinya, Takepan Sasak terdiri dari berbagai macam tema, diantaranya Wayang Menak, kisah-kisah hikmah, ilmu pengetahuan, keagamaan, babad, perumpamaan, dan lain-lain. Dari segi tulisannya, Takepan Sasak juga memiliki keunikan dalam gaya tulisan yang digunakan. Di samping ada keindahan, juga ada rahasia-rahasia aksara tertentu yang dijadikan ciri. Tulisan-tulisan khas ini dalam kalangan para kawi dikenal dengan nama saraq.

C. Teori Resepsi Sastra

1. Pengertian Teori Resepsi Sastra

Secara etimologi resepsi berasal dari bahasa Latin yaitu recipere yang berarti penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan antara karya dengan seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah atau pembaca dalam periode tertentu.


Menurut Pradopo (2007: 218) resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan pembaca terhadap karya sastra. Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan pembaca sebagai penikmat karya sastra. Selain itu, pembaca juga yang menentukan makna dan nilai dari karya sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai.

Resepsi sastra merupakan aliran sastra yang meneliti teks sastra dengan mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggpan. Dalam memberikan sambutan dan tanggapan tentunya dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan golongan sosial.

2. Konsep Dasar Teori Resepsi Sastra


Resepsi sastra secara singkat dapat disebut sebagai aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik-tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu. Pembaca selaku pemberi makna adalah variabel menurut ruang, waktu, dan golongan sosial-budaya. Hal itu beraarti bahwa karya sastra tidak sama pembacaan, pemahaman, dan penilaiannya sepanjang masa atau dalam seluruh golongan masyarakat tertentu. Ini adalah fakta yang diketahui oleh setiap orang yang sadar akan keragaman interpretasi yang diberikan kepada karya sastra. Teori resepsi sastr dengan Jauss sebagai orang pertama yang telah mensistematiskan pandangan tersebar ke dalam satu landasan teoritis yang baru untuk mempertanggungjawabkn variasi dalaam interpretasi sebagai sesuatu yang wajar.

Menurut teori ini, dalam memberikan smbutn terhadap suatu karya sastra, pembaca diaraahkan oleh ‘horison harapan’ (horizon of expectation). Horison harapan ini merupakan interaksi antara karya sastra dan pembaca secara aktif, sistem atau horison harapan karya sastra di satu pihak dan sistem interpretasi dalam masyarakat penikmat di lain pihak. 

Konsep ‘horison’ menjadi dasar teori Juss. Ia ditentukan oleh tiga kriteria, yaitu: (1) Norma-norma umum yang terpancar dari teks-teks yang telah dibaca oleh pembaca; (2) pengetahuan dan pengalaman pembaca atau semua teks yang telah dibaca sebelumnya; (3) pertentangan antara fiksi dan kenyataan, misalnya kemampuan pembaca memahami teks baru, baik dalam horison ‘sempit’ dari harapn-harapan sastra maupun dalam horison ‘luas’ dari pengetahuan tentang kehidupan.

Konsep teori yang kedua dikemukakan oleh Wolfgang Iser, terutama terlihat dalam karangannyaa yang berjudul Die Appel-struktur der Texte (1975). Di sini Iser membicarakan konsep efek (wirkung), ialah cara sebuah teks mengarahkan reaksi pembaca terhadapnya. Menurut Iser sebuah teks sastra dicirikan oleh kesenjangan atau bagian-bagian yang tidak ditentukan (indeterminate sections). Kesenjangan tersebut merupakan satu faktor penting efek yang hadir dalam teks untuk diisi oleh pembaca. Jika kesenjangan itu sedikit, teks dapat mendatangkan kebosanan kepada pembaca, hal ini dipertentangkan dengan kesenjangan yang meningkat. Bagian-bagian yang tidak ditentukan ini disebut juga dengan istilah tempat-tempat terbuka (blank, openness) di dalam teks. Proses pemahaman sebuah karya sastra merupakaan bolak-balik pembacaan untuk mengisi blank itu, sehingga seluruh perbedaan segmen dan pola dalam perspektif teks dapat dihubungkan menjadi satu kebulatan. Itulah alasan yang mengantarkan Iser pada pendapat bahwa pusat pembacaan setiap karya sastra adalah interaksi antara struktur dengan penyambutannya.

3. Metode dan Penerapan Teori Resepsi Sastra 

Dalam penelitian resepsi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu resepsi sastra sinkronik dan diakronik. Respsi sastra sinkronik adalah cara penelitian resepsi terhadap sebuah karya sastra dalam satu masa atau periode. Jadi yang diteliti itu resepsi (tanggapan) pembaca dalam satu kurun waktu. Biasanya dalam satu kurun waktu ada norma-norma yang sama dalam memahami karya sastra. Akan tetapi, karena tiap-tiap orang itu mempunyai cakrawala harapan sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalmanya, maka mereka akan menanggapi sebuah karya sastra secara berbeda-beda. Untuk mengetahui tanggapan-tanggapan yang bermacam-macam itu, dapat dikumpulkan tanggapan-tanggapan pembaca yang menulis biasanya adalah seorang kritikus, ataupun dapat dilakukan dengan mengedarkan angket kepada pembaca-pembaca sekurun waktu. Dari hasil angket yang diedarkan itu, dapat diteliti konkretisasi dari masing-masing pembaca. Dengan demikian dapat disimpulkan bagaimana nilai sebuah karya sastra itu pada suatu kurun waktu.

Untuk menguji menguji bermacam-macam tanggapan karya sastra secara historis, perlu digunakan resepsi sastra diakronis. Resepsi sastra diakronis dapat dilakukan dengan mengumpulkan tanggapan-tanggapan pembaca ahli sebagai wakil-wakil pembaca dari tiap-tiap periode. Dalam penelitian diakronis diteliti dasar-dasar apa yang diguanakan oleh pembaca di setiap periode, norma-norma apa yang menjadi dasar konkretisasinya, dan diteliti criteria apa yang menjadi dasar penilaianya. Jadi penelitian diakronis memerlukan data documenter yang memadai. Akhirnya bila sebuah karya sastra dapat diketahui dasar konkretisasinya dan penilaianya di setiap periode yang dilaluinya, maka dapat disimpulkan nilai estetikanya sebagi karya seni sastra.


BAB III
METODE ANALISIS

Analisis makna dan hubungan antara Novel “The Da Vinci Code” dan Naskah Kuno “Takepan Sasak” dilakukan dengan teori resepsi sinkronik melalui pendekatan pendekatan kritik sastra dan eksperimental. Adapaun metode analisis tersebut dijabarkan sebagai berikut.

A. Analisis Novel The Da Vinci Code


Analisis novel ini dilakukan melalui pendekatan kritik sastra pada abad 21. Pendekatan ini dilakukan melalui pengkajian tiga buah produk kritik sastra yang dimuat dalam media masa baik tulis maupun cetak.

B. Analisis Naskah Kuno Takepan Sasak

Analisis naskah kuno ini dilakukan melalui pendekatan eksperimental, yaitu melakukan  wawancara kepada salah seorang penekun Naskah Kuno Takepan Sasak.

C. Analisis Hubungan Antara Novel The Da Vinci Code dan Naskah Kuno Takepan Sasak

Analisis ini dilakukan dengan mengaitkan hasil analisis Novel The Da Vinci Code dan Naskah Kuno Takepan Sasak.


BAB IV
PEMBAHASAN

A. Analisis Makna Novel The Da Vinci Code

1. Kritik Sastra Terhadap Novel The Da Vinci Code

a. Heru Haeruddin (2013)

Novel ini sempat menjadi buah bibir di berbagai belahan dunia karena kekontroversian fakta-fakta tentang Kristen ini memang menarik. Ada satu sisi dari novel ini yang terlihat begitu cerdas. Tapi di sisi lain, saya merasa novel ini terlalu diset dengan plot ala film. Terutama di bagian ending, Dan Brown terlalu memperinci  kegiatan Langdon yang tidak perlu.

Dari segi ceritanya sendiri, Dan Brown sangat keren untuk menggiring opini pembaca mencurigai bahwa sosok ‘Sang Guru’ yang sebenarnya adalah Bezu Fache. Saya pun menyadarinya di bagian-bagian akhir menjelang terkuaknya identitas sang guru. Cukup mengejutkan walaupun pemilihan konsep musuh dalam selimut yang cukup monoton. Dan Brown juga menjabarkan keganjilan-keganjilan di bab sebelum 'identitas sang guru yang sebenarnya terkuak' dengan sangat gamblang. Semua flashback detil dari kejadian tersebut tumpah ruah di bab-bab akhir. Ada beberapa yang memang perlu, tapi ada juga yang tidak perlu. Ada fakta yang tanpa perlu dijabarkan pun, pembaca akan mengerti dan menduga dengan benar di balik keganjilan tersebut setelah identitas sang guru terkuak. Semua puzzle sudah terpasang dan kita tinggal melengkapinya. Tidak perlu sampai dijelaskan seperti itu. Tapi begitulah dan brown, ia memang doyan bercerita dan tampaknya tak mau kehilangan satu detil pun. Namun, dari segi isi cerita, novel ini banyak berisi kebohongan. Banyak fakta-fakta yang keliru dan terlalu dibesar-besarkan, dan intinya tidak sesuai dengan apa yang umat kristen pelajari. 

b. Miranti Andi Kasim (2010) 

The Da Vinci Code adalah sebuah novel fiksi bergenre fiksi konspirasi. Pada bagian “Fakta” di halaman tujuh, Dan Brown menuliskan bahwa “semua fakta, karya seni, dokumen, dan ritus rahasia di dalam novel ini adalah akurat.” Padahal di dalam novel tersebut, terdapat perbedaan nilai-nilai di dalam novel dengan apa yang dipercaya oleh orang Kristen, dan langsung mengguncang inti keyakinan Katolik. Sebagai contoh, beberapa ide atau nilai yang bertentangan dalam novel ini adalah: 
  • Yesus bukan Tuhan, Dia hanya manusia
  • Yesus menikah dengan Maria Magdalena
  • Maria Magdalena adalah seorang Dewi
  • Yesus dan Maria Magdalena memiliki keturunan
  • Ada garis keturunan Yesus yang saat ini masih berkembang di Eropa
  • Alkitab disusun oleh Kaisar Roma yang pagan
  • Yesus dipandang sebagai seorang manusia, bukan sebagai Tuhan, hingga abad keempat, saat Dia ditetapkan memiliki keagungan oleh Kaisar Konstantin.
  • Injil-injil dalam Alkitab diedit untuk mendukung ajaran Kristen yang ada.
c. Iwan Samariyansyah (2007)

Novel "The Da Vinci Code" benar-benar telah menimbulkan kontroversi. Fakta-fakta yang diangkat oleh novel karya Dan Brown dan kemudian dilayarlebarkan dalam bentuk film, VCD dan DVD dianggap membongkar dasar-dasar kepercayaan Kristen yang bertahan selama 2000 tahun. Sedemikian jauhnya mengeksplorasi hingga akhirnya dianggap telah melecehkan dan menghina Gereja.

Novel tersebut memang benar-benar menghebohkan dan menciptakan kontroversi yang tidak ada habis-habisnya. Novel itu sendiri, menurut BBCNews telah dicetak lebih dari 17 juta dan sekurangnya kini ada 10 buku yang ditulis oleh para teolog Kristen yang mencoba untuk menyanggah isi Novel tersebut. Banyak yang geram dengan novel karya Dan Brown tersebut, karena dianggap melecehkan Yesus, Vatikan, bahkan juga karya Leonardo Da Vinci sendiri.
Dalam daftar novel terlaris di Amerika Serikat, sejak diluncurkan pada 2003, Da Vinci Code terus menduduki peringkat teratas, dan memicu kontroversi hebat. Tidak ada sikap resmi dari Vatikan atas novel tersebut. Namun, pada pertengahan Maret 2005, Kardinal Bertone, orang nomor dua di departemen Kongregasi untuk Doktrin Keimanan Vatikan, menganjurkan agar toko buku Katolik memboikot novel tersebut. 

Salah satu alasannya, demikian Bertone, novel itu merupakan kebohongan yang memalukan. Ia khawatir, banyak orang mempercayai kebohongan di dalamnya dan kemudian menganggapnya sebagai sebuah kebenaran. Begitulah. Da Vinci Code memang hanyalah sebuah karya fiksi, dan diakui terus terang oleh penulisnya sendiri, Dan Brown. Akan tetapi novel tersebut telah menggoncang kepercayaan dan tradisi kekristenan.

2. Analisis 

Dari ketiga kritik sastra mengenai Novel “The Da Vinci Code” tersebut, dapat kita simpulkan bahwa novel ini memang benar-benar menghebohkan dan menciptakan kontroversi yang tidak ada habis-habisnya. Fakta-fakta yang diangkat oleh novel karya Dan Brown dan kemudian dilayarlebarkan dalam bentuk film, VCD dan DVD dianggap membongkar dasar-dasar kepercayaan Kristen yang bertahan selama 2000 tahun. Sedemikian jauhnya mengeksplorasi hingga akhirnya dianggap telah melecehkan dan menghina Gereja.

Inti permasalahan dalam novel tersebut adalah novel tersebut banyak berisi kebohongan. Banyak fakta-fakta yang keliru dan terlalu dibesar-besarkan, dan intinya tidak sesuai dengan apa yang umat kristen pelajari. 

Pada bagian “Fakta” di halaman tujuh, Dan Brown menuliskan bahwa “semua fakta, karya seni, dokumen, dan ritus rahasia di dalam novel ini adalah akurat.” Padahal di dalam novel tersebut, terdapat perbedaan nilai-nilai di dalam novel dengan apa yang dipercaya oleh orang Kristen, dan langsung mengguncang inti keyakinan Katolik. Sebagai contoh, beberapa ide atau nilai yang bertentangan dalam novel ini adalah:
  • Yesus bukan Tuhan, Dia hanya manusia
  • Yesus menikah dengan Maria Magdalena
  • Maria Magdalena adalah seorang Dewi
  • Yesus dan Maria Magdalena memiliki keturunan
  • Ada garis keturunan Yesus yang saat ini masih berkembang di Eropa
  • Alkitab disusun oleh Kaisar Roma yang pagan
  • Yesus dipandang sebagai seorang manusia, bukan sebagai Tuhan, hingga abad keempat, saat Dia ditetapkan memiliki keagungan oleh Kaisar Konstantin.
  • Injil-injil dalam Alkitab diedit untuk mendukung ajaran Kristen yang ada.
B. Analisis Makna Naskah Kuno Takepan Sasak

Analasis naskah kuno ini dilakukan melalui pendekatan eksperimental, yaitu melakukan  wawancara dengan Papuk Batiman. Beliau adalah seorang kiyai di Desa Lebah Sempaga yang juga menekuni naskah Kuno Takepan Sasak. Berikut hasil wawancara mengenai makna naskah kuno takepan sasak tersebut.

Naskah Kuno Takepan Sasak memiliki makna yang sangat tinggi dalam kehidupan suku sasak. Takepan ini berisi banyak sekali ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adat suku sasak. Seperti yang disampaikan oleh narasumber ketika diwawancarai.

“Takepan sine ye taok jati diri te dengan sasak. Ye macem isine, araq kesah, ilmu agame, wat, warige, mantre-mantre, ilmu siq lain-lain, babad, sesenggaq, pokokne ye lueq wah.”


Seperti kutipaan di atas, naskah kuno ini memuat berbagai macam ilmu pengetahuan seperti pengobatan, wariga, pemerintahan, dan kepemimpinan. Selain itu, terdapat juga kisah-kisah hikmah, ilmu agama, babad, perumpamaan-perumpamaan. Dalam hal ini, narasumber memberikan contoh babad yang berisi ilmu agama. Berikut terjemahan dan arti dari kutipan contoh tersebut.

NO.
TERJEMAHAN
ARTI
1
karanѐ bedaning janma
karena perbedaan manusia itu
2
lan sato hѐwan wanadi
dengan binatang hutan
3
tan lyan mung dѐnira dѐwa
tidak lain kecuali yang utama
4
gegayuhan bakal budi
mengupayakan/menggunakan akal budi
5
kang bangkit mung hananѐ
yang serasi/selaras adanya
6
bagya sang saya ning laku
bahagia sengsara adalah orang yang mempunyai ilmu dalam kehidupan
7
yѐn tilar laku hing hujar
ketika dia berbicara tidak menggunakan akal budi
8
ilung nurut napsu nѐng hati
maka ia mengikuti nafsunya
9
satuhanѐ nemah dadi sato hѐwan
sebenarnya dia telah jatuh menjadi binatang
10
mѐnѐ kang ririptaning gita
seperti itu yang tertulis dalam sastra
11
gati nemu kapa wiking
sering menemukan peringatan-peringatan
12
kang kelak mangempit
yang dipegang dengan teguh
13
peten yapna kapti
yang tersimpan dengan hati-hati
14
luput ywa ngungsi puput
kasih agar menuju ujung
15
wit saking hyang sukma
yang bersumber dari yang maha kuasa
16
yadyan kang tumibeng sisip
walaupun ada yang jatuh/menemukan yang salah
17
yѐn miling sasayѐkti sinung haksama
apabila ingat pada kebenaran, maka kita akan diampuni.
 
C. Analisis Hubungan Antara Novel The Da Vinci Code dengan Naskah Kuno Takepan Sasak 

Novel The Da Vinci Code dan Naskah Kuno Takepan Sasak memiliki beberapa hubungan sebagai berikut:

  1. Novel The Da Vinci Code berisi cerita yang seolah-olah membongkar dasar-dasar kepercayaan Kristen yang bertahan selama 2000 tahun. Sedangkan Naskah Kuno Takepan Sasak berisi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai tradisional suku Sasak yang memang merupakan jati diri masyakat suku Sasak.
  2. Novel The Da Vinci Code menggunakan simbol atau kode untuk menyimpan rahasia dan pesan yang ingin disampaikan agar tidak sembarang orang mengetahuinya. Sedangkan Naskah Kuno Takepan Sasak menggunakan bahasa dan aksara yang sudah tidak lagi digunakan pada masa sekarang ini, sehingga hanya sebagian orang yang dapat memahaminya.
  3. Novel The Da Vinci Code dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut agama Kristen. Sedangkan Naskah Kuno takepan Sasak berdasar pada Al-Quran dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat suku Sasak dahulu.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

  1. Novel The Da Vinci Code memang benar-benar menghebohkan dan menciptakan kontroversi yang tidak ada habis-habisnya. Fakta-fakta yang diangkat oleh novel karya Dan Brown dan kemudian dilayarlebarkan dalam bentuk film, VCD dan DVD dianggap membongkar dasar-dasar kepercayaan Kristen yang bertahan selama 2000 tahun. Sedemikian jauhnya mengeksplorasi hingga akhirnya dianggap telah melecehkan dan menghina Gereja.
  2. Naskah Kuno Takepan Sasak memiliki makna yang sangat tinggi dalam kehidupan suku sasak. Naskah kuno ini memuat berbagai macam ilmu pengetahuan seperti pengobatan, wariga, pemerintahan, dan kepemimpinan. Selain itu, terdapat juga kisah-kisah hikmah, ilmu agama, babad, perumpamaan-perumpamaan.
  3. Ada beberapa hubungan antara Novel The Da Vinci Code dengan Naskah Kuno Takepan Sasak, yaitu: (a)  Novel The Da Vinci Code berisi cerita yang seolah-olah membongkar dasar-dasar kepercayaan Kristen yang bertahan selama 2000 tahun. Sedangkan Naskah Kuno Takepan Sasak berisi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai tradisional suku Sasak yang memang merupakan jati diri masyakat suku Sasak; (b) Novel The Da Vinci Code menggunakan simbol atau kode untuk menyimpan rahasia dan pesan yang ingin disampaikan agar tidak sembarang orang mengetahuinya. Sedangkan Naskah Kuno Takepan Sasak menggunakan bahasa dan aksara yang sudah tidak lagi digunakan pada masa sekarang ini, sehingga hanya sebagian orang yang dapat memahaminya; dan (c) Novel The Da Vinci Code dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut agama Kristen. Sedangkan Naskah Kuno takepan Sasak berdasar pada Al-Quran dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat suku Sasak dahulu.
B. Saran

Perlu dilakukan kajian lebih dalam mengenai Analisis Makna dan Hubungan Antara Novel The Da Vinci Code dan Naskah Kuno Takepan Sasak. 

DAFTAR PUSTAKA

Fathurrhman, Agus. 2014. Belajar Aksara Jejawan. Mataram: Persaudaraan Asah Makna.

Firdaus, 2013. Kajian Teori Resepsi dan Penerapannya (Online: firdhaus-nyata-fib11.web.unair.ac.id/artikel_detail-82034-Umum-Menggali-Kedalaman-Sastra:Kajian-Teori-Resepsi-dan-Penerapanya.html.) Diakses pada 3 November 2014 Pukul 15.23 Wita.

http://id.wikipedia.org/wiki/The_Da_Vinci_Code

Padmopusito, Asia. 1993. Teori Resepsi dan Penerapannya.

Yusuf, Kamal. 2009. Teori Sastra. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.



Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form