PERAN KOMUNIKASI NONVERBAL TERHADAP KEEFEKTIFAN PIDATO
Oleh Dian Mahendra
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis tentang “Peran Komunikasi Nonverbal Terhadap Keefektifan Pidato” ini dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya sholawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membimbing kita dari arah kesesatan menuju arah kebenaran.
Karya tulis ini disusun untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Berbicara pada Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
Terselesaikannya karya tulis ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:
- Prof. Ir. H. Sunarpi, Ph. D., selaku Rektor Universitas Mataram.
- DR. H. Wildan, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
- Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
- Drs. I Nyoman Sudika, M. Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
- Drs. H. M. Natsir Abdullah, M. Ag., selaku dosen pembimbing akademik penulis.
- Drs. H. Nasaruddin M. Ali, M. Pd., selaku dosen pembimbing Mata Kulia Berbicara yang telah membimbing, membina, dan mengarahkan penulis hingga terselesaikannya karya tulis ini.
- Dosen-dosen serta seluruh Staf Administrasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
- Kedua orang tua penulis serta seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan kepada penulis.
- Adinda Hennira Rohyatin yang selalu memberikan motivasi dan menjadi sumber inspirasi bagi penulis hingga terselesaikannya karya tulis ini.
- Hendrawansyah selaku ketua HMPS Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah yang telah memberikan sumbangsih pikiran hingga terselesaikannya karya tulis ini.
- Keluarga besar mahasiswa semester II Program Studi Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, FKIP, Universitas Mataram.
- Dan segenap pihak yang telah membantu terselesaikannya karya tulis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Sungguhpun sudah diupayakan sedapat mungkin agar karya tulis ini dapat tersusun dengan baik dan rapi. Namun, tidak tertutup kemungkinan masih ditemukan kelemahan dalam berbagai aspek. Penulis akan sangat berterima kasih apabila saran-saran untuk penyempurnaan karya tulis ini disampaikan kepada penulis. Akhirnya, harapan penulis semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Mataram, 4 Juni 2014
Dian Mahendra
Dian Mahendra
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pidato merupakan salah satu bentuk komunikasi lisan. Sebagai bentuk komunikasi lisan, penyampaian pidato harus diupayakan seefektif mungkin. Pidato yang efektif dapat tercapai apabila maksud dari pesan yang disampaikan oleh pembicara dapat dipahami dengan baik oleh pendengar, dan pendengar memberikan umpan balik (feedback) sesuai dengan yang diharapkan oleh pembicara.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi keefektifan pidato. Salah satunya adalah komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata sebagai media penyampaiannya. Media yang digunakan dapat berupa ekspresi wajah, bahasa tubuh, kontak mata, gaya berbicara, gaya berpakaian, dan lain-lain.
Komunikasi nonverbal memiliki banyak peran dalam keefektifan pidato. Namun, dewasa ini penggunaan komunikasi nonverbal cenderung tidak diperhatikan oleh seorang pembicara atau orator. Hal tersebut tentunya dapat menyebabkan pidato menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, kajian tentang peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato penting untuk dilakukan.
- Adakah peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato?
- Apakah peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato?
1. Tujuan Umum
Secara umum, kajian ini bertujuan untuk mengetahui peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah wawasan bagi pembaca mengenai peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang diharapkan dari kajian mengenai peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato ini adalah:
- sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa yang sedang menempuh Mata Kuliah Berbicara, dan
- sebagai referensi tambahan bagi pembaca yang tertarik dalam bidang pidato.
Manfaat praktis yang diharapkan dari kajian mengenai peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato ini adalah sebagai bahan acuan bagi para orator atau pembicara dalam berpidato secara efektif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Komunikasi Nonverbal
1. Pengertian Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian pesannya. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya bicara. Komunikasi nonverbal berbeda dengan komunikasi non-lisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata sebagai media penyampainnya.
Ada beberapa jenis komunikasi nonverbal yang memiliki dampak secara langsung atau tidak langsung dalam proses komunikasi. Rakhmat mengelompokkan komunikasi nonverbal menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) pesan nonverbal visual yang terdiri dari kinesik atau gerak tubuh, proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial, dan artifaktual seperti pakaian dan kosmetik; (2) pesan nonverbal auditif, yaitu paralinguistik atau suara; dan (3) pesan nonverbal non-visual dan non-auditif, yang berarti tidak berupa kata-kata, tidak terlihat, dan tidak terdengar, yaitu olfaksi atau penciuman.
Selain itu, ada pula yang menggolongkan komunikasi nonverbal menjadi sentuhan, kronemik, gerak tubuh, vokalik, dan lingkungan.
a. Sentuhan
Sentuhan dapat berupa bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di panggung, dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi tersebut menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan timbulnya perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif maupun negatif.
b. Kronemik
Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut untuk dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality).
c. Gerak tubuh
Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, isyarat dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya menggangguk untuk menggantikan kata “Ya”; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau mengendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan.
d. Vokalik
Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu cara berbicara. Contohnya, nada bicara, nada suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan suara-suara pengisi seperti “mm”, “hmm”, “e”, “o”, “um”, saat berbicara juga tergolong unsur vokalik.
e. Lingkungan
Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Misalnya, penggunaan ruang, jarak, temperatur, penerangan, warna, dan lain-lain.
Komunikasi nonverbal bersifat multitafsir dan kompleks. Oleh karena itu, perlu ditetapkan karakteristik dari komunikasi nonverbal. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut.
a. Komunikasi nonverbal cenderung bersifat ambigu
Salah satu masalah utama dalam komunikasi nonverbal adalah pemahamannya yang bersifat ambigu serta multitafsir. Woods menulis “Bahwa kita tidak pernah tahu apakah orang lain mengerti akan bentuk ekspresi nonverbal yang kita lakukan”. Tidak hanya perbedaan latar belakang budaya yang memengaruhi, tetapi komunikasi nonverbal jug abersifat kontekstual.
b. Komunikasi nonverbal tergantung pada budaya
Komunikasi nonverbal juga sangat tergantung pada budaya. Tidak semua konteks nonverbal dimaknai sama pada masing-masing budaya. Sebagai contoh seorang anak kecil di Amerika akan langsung menatap mata seseorang ketika berbicara meskipun orang itu lebih tua darinya. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh orang-orang Asia yang lebih banyak menunduk ketika orang yang lebih tua berbicara utnuk menunjukkan rasa hormat.
c. Komunikasi nonverbal cenderung berlaku di tempat yang terbatas
Komunikasi nonverbal berlaku pada bentuk ruang dan waktu yang terbatas. Apa yang dipraktikkan dalam satu tempat belum tentu bias dipraktikkan di tempat lain.
B. Pidato
1. Pengertian Pidato
Pidato merpakan salah satu bagian dari keterampilan berbicara. Pidato berarti pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak. Dengan kata lain pidato dapat diartikan sebagai berbicara di depan umum.
Pada mulanya, pidato sering juga disebut dengan istilah retorika yang berasal dari bahasa Yunani ‘rhetor’ sedang dalam bahasa Inggris disebut orator yang berarti orang yang terampil dan tangkas berbicara. Tetapi istilah retorika telah mengalami perkembangan sehingga memiliki arti yang lebih luas dari berbicara di depan umum. Dewasa ini pengertian retorika bukan hanya sebatas keterampilan berbicara di depan umum, tetapi meliputi juga kemampuan bercakap-cakap yang lebih luas, kemahiran menyatakan sesuatu, kepandaian memengaruhi seseorang atau massa serta meliputi kemampuan menggunakan bahasa secara tertulis.
2. Tujuan Pidato
Menurut Suharyanti, secara garis besar ada beberaa tujuan berpidato, yaitu: memberikan informasi kepada lawan bicara, menyenangkan para pendengar, dan memengaruhi pendapat atau pikiran lawan bicara.
Sementara itu, Olii mengungkapkan bahwa tujuan pidato dibagi menjadi tiga macam, yaitu pidato informatif, persuasif, dan rekreatif. Pidato informatif adalah pidato yang bertujuan untuk menyamaikan informasi, agar audiens diharapkan mengetahui, mengerti, dan menerima informasi itu. Pidato persuasif adalah pidato yang bertujuan untuk memengaruhi orang lain dengan menggunakan pesan persuasi. Pesan persuasi adalah pesan yang memanfaatkan argument, fakta, pikiran, dan pernyataan mengenai nilai untuk mengubah pendapat, sikap, dan perilaku orang lain. Sedangkan pidato rekreatif adalah pidato yang bertujuan untuk menghibur audiens.
Persiapan seseorang sebelum berpidato sangat penting untuk dilakukan. Persiapan pidato tersebut bertujuan agar pidato yang disampaikan dapat diserap oleh pendengar atau audiens, sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapi dengan cepat dan tepat.
Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum berpidato, antara lain: persiapan topik, persiapan bahan/materi, naskah pidato, persiapan mental, mengenali pendengar, persiapan fisik, dan persiapan pakaian (penampilan).
3. Pelaksanaan Pidato
Pelaksanaan sebuah pidato dapat dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, pembicara menyampaikan pengantar atau pembukaan pidato. Kedua, pembicara menyampaikan isi atau pesan utama pidato. Ketiga, pembicara menyampaikan penutupan pidato atau mengakhiri pidatonya. Jadi, terdapat tiga bagian dalam pidato, yaitu bagian pembukaan, isi, dan penutupan.
Pada bagian pembukaan pidato, pembicara hendaknya melakukan hal-hal yang sifatnya pengantar, termasuk di dalamnya memberikan penghormatan kepada pendengarnya. Sedangkan pada bagian isi pidato, pembicara harus berusaha menyampaikannya dengan baik, sehingga pendengar mampu menyerap apa yang disampaikan pembicara dan memberikan umpan balik sesuai dengan yang diharapkan oleh pembicara. Sementara itu, pada bagian penutup, pembicara haruslah mengakhiri pidatonya dengan diawali dengan ucapan terima kasih dan permohonan maaf apabila terdapat kekurangan dalam pidatonya, dan diakhiri dengan salam penutup.
Dalam pelaksanaan pidato, ada beberaa metode yang dapat digunakan, antara lain: metode naskah (manuskrip), metode hafalan (memoriter), metode spontanitas (impromptu), dan metode menjabarkan kerangka (ekstemporer).
Pidato merupakan salah satu bentuk komunikasi lisan. Sebagai bentuk komunikasi, penyampaian pidato harus diupayakan seefektif mungkin. Pidato yang efektif dapat tercapai apabila maksud dari pesan yang disampaikan oleh pembicara dapat dipahami dengan baik oleh pendengar, dan pendengar memberikan umpan balik (feedback) sesuai dengan yang diharapkan oleh pembicara.
McBurney dan Wrage mengemukakan sepuluh buah prinsip dalam menentukan pidato yang efektif. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
- Pidato yang efektif adalah pidato yang bertanggungjawab secara sosial,
- Pidato yang efektif mengungkapkan seorang pembicara dengan persyaratan-persyaratan pribadi yang sehat,
- Pidato yang efektif diarahkan untuk mengabdi pada suatu tujuan tertentu,
- Pidato yang efektif pokok-pokok masalah yang penting,
- Pidato yang efektif berdasarkan materi terbaik yang dapat ditemui,
- Pidato yang efektif berdasarkan metode yang sehat,
- Pidato yang efektif meminta perhatian dan kepentingan pendengar,
- Pidato yang efektif menggunakan suara dan gerakan tubuh secara efektif, dan
- Pidato yang efektif menggunakan kata-kata, bahasa, dan gaya yang baik.
Sementara itu, Rakhmat mengungkapkan bahwa, pidato yang efektif paling tidak dapat menimbulkan lima hal, yaitu: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan sosial yang semakin baik, dan tindakan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Fungsi Komunikasi Nonverbal dalam Pidato
Menurut Mark L. Knapp, ada lima fungsi komunikasi nonverbal yang perlu diperhatikan dalam berpidato, yaitu: repetisi, kontradiksi, substitusi, aksentuasi, dan komplemen.
1. Repetisi
Repetisi berfungsi untuk mengulangi atau merumuskan ulang makna dari bahasa verbal. Misalnya, mengangkat alis mata untuk mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pertanyaan verbal “Apa benar?”; mengacungkan jempol tanpa berkata apa-apa untuk menggatikan pesan verbal "Oke"; atau mengangguk untuk mengatakan “Ya”; dan menggeleng untuk mengatakan “Tidak”.
2. Kontradiksi
Kontradiksi berfungsi untuk menunjukkan makna yang berlawanan. Misalnya, menyilangkan jari atau mengedipkan mata untuk menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan adalah tidak benar.
3. Substitusi
Substitusi berfungsi untuk menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya, melambaikan tangan untuk menggantikan bahasa verbal saat berpisah dengan berkata “Selamat berpisah”. Gerak-gerik nonverbal juga bisa mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan pembicara untuk mengatur arus pesan verbal. Misalnya, mencondongkan badan ke depan atau membuat gerakan tangan untuk menunjukkan bahwa pembicara ingin mengatakaan sesuatu.
4. Aksentuasi
Aksentuasi berfungsi untuk memberikan tekanan pada bahasa verbal. Misalnya, tersenyum untuk menekankan kata atau ungkapan tertentu, atau memukulkan tangan untuk menekankan kata tertentu, dan lain-lain.
5. Komplemen
Komplemen berfungsi untuk melengkapi bahasa verbal. Misalnya, tersenyum ketika menceritakan kisah lucu, atau menggelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran seseorang, dan lain-lain.
Dewi mengungkapkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun teknik nonverbal yang efektif dalam berpidato, yakni sebagai berikut.
1. Penggunaan Empati
Empati adalah kemampuan untuk berbagi perasaan dan emosi yang dimiliki orang lain sebagaimana perasaan dan emosi itu melingkupi pembicara. Ketika berbicara, pendengar atau audiens akan cenderung bercermin kepada pembicara. Apabila pembicara gugup, maka audiens juga akan merasakan kegugupan yang dirasakan pembicara. Sebaliknya, apabila pembicara terus menerus menebarkan senyum dan tawa, maka audiens akan mengikuti pembicara dan menikmati atmosfer yang diciptakan oleh pembicara.
2. Kontak Mata
Ketulusan tatapan mata yang dilakukan seorang pembicara akan menyampaikan pesan yang lebih kuat kepada audiens dibandingkan cara lainnya. Ketika pembicara menatap audiens dengan penuh perhatian, maka audiens akan merasa bahwa pembicara peduli terhadap audiens.
Berbicara tanpa catatan mengharuskan pembicara untuk menggunakan mata secara efektif. Pembicara harus berkonsentrasi pada hubungan dengan audiens. Tatapan mata dapat menciptakan hubungan baik antara pembicara dengan audiens.
3. Air Muka
Air muka atau ekspresi wajah merupakan faktor utama yang menentukan makna sebuah pesan. Setiap ekspresi wajah mengisahkan cerita. Wajah yang terlihat keras atau air muka yang kaku tidak baik bagi seorang pembicara sebab hal itu tidak memperlihatkan gairah hidup, tidak ekspresif kecuali jika pembicara punya alasan yang masuk akal atau menjadikannya sebagai ciri khas.
Ketika berpidato, wajah pembicara mengkomunikasikan sikap, perasaan, dan emosi lainnya. Audiens dapat melihat dan mengenali perasaan yang berbeda, seperti terkejut, takut, bahagia, bingung, sedih, dan lain-lain dengan melihat perubahan air muka pembicara. Air muka pembicara dapat mengungkapkan kepada audiens tentang apa yang tengah dirasakan pembicara.
4. Sikap Berdiri
Sikap berdiri atau postur merupakan posisi pembicara ketika sedang berpidato. Sikap pembicara dapat merefleksikan rasa percaya diri, antusiasme, dan rasa hormat kepada audiens. Sikap berdiri yang baik juga dapat membantu pembicara untuk bernafas sebagaimana seharusnya, membangun suara (vocal) pembicara sebagaimana mestinya, membuat diri pembicara menonjol, dan bermanfaat untuk memancarkan kepercayaan diri serta menutupi segala hal bentuk kegugupan yang pembicara rasakan.
5. Gerak Isyarat
Gerak isyarat adalah gerakan tubuh yang khusus digunakan untuk menyampaikan makna dan memberikan tekanan. Pembicara dapat menciptakan berbagai gerak isyarat dengan menggunakan bagian anggota tubuh manapun, seperti kepala, bahu, kaki, tangan, dan lain-lain.
6. Cara Berpakaian dan Penampilan
Pertimbangan yang baik mengenai cara berpakaian dan penampilan dapat menimbulkan kesan yang menguntungkan bagi pembicara. Audiens akan memerhatikan apa yang dikenakan oleh pembicara. Oleh karena itu, pembicara harus menggunakan pakaian yang sesuai dengan acaranya dan beradaptasi dengan selera dan keinginan audiens. Pakaian dapat mencitrakan kekuasaan, otoritas, hasrat, dan intelektualitas pembicara.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian mengenai peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
- Ada peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato
- Peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato antara lain: sebagai repetisi atau pengulangan, kontradiksi atau pertentangan, substitusi atau pengganti, aksentuasi atau penekanan, dan komplemen atau pelengkap.
B. Saran
Perlu dilakukan kajian lebih dalam mengenai peran komunikasi nonverbal terhadap keefektifan pidato.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yusuf Zainal. 2013. Pengantar Retorika. Bandung: CV. Pustaka Setia
Carpio, Rustica C., Anacleta M. Encarnacion. 2005. Private and Public Speaking. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Dewi, Fitriana Utami. 2013. Public Speaking: Kunci Sukses Bicara di Depan Publik-Teori dan Praktik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hidajat, M.S.. 2006. Public Speaking dan Teknik Presentasi. Jakarta: Graha Ilmu
Musaba, Zulkifli. 2012. Terampil Berbicara: Teori dan Pedoman Penerapannya. Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo
Olii, Helena. 2010. Public Speaking: Edisi Kedua. Jakarta: PT Indeks
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Klaten: PT. Intan Sejati
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2012. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Surabaya: Palito Media
Ritonga, Jamiluddin. 2005. Tipologi Pesan Persuasif. Indonesia: PT. Tunas Jaya Lestari
Suharyanti. 2011. Pengantar Keterampilan Berbicara. Surakarta: Yuma Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: CV. Angkasa
Zuhri, Saifuddin. 2010. Public Speaking. Yogyakarta: Graha Ilmu
Carpio, Rustica C., Anacleta M. Encarnacion. 2005. Private and Public Speaking. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Dewi, Fitriana Utami. 2013. Public Speaking: Kunci Sukses Bicara di Depan Publik-Teori dan Praktik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hidajat, M.S.. 2006. Public Speaking dan Teknik Presentasi. Jakarta: Graha Ilmu
Musaba, Zulkifli. 2012. Terampil Berbicara: Teori dan Pedoman Penerapannya. Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo
Olii, Helena. 2010. Public Speaking: Edisi Kedua. Jakarta: PT Indeks
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Klaten: PT. Intan Sejati
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2012. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Surabaya: Palito Media
Ritonga, Jamiluddin. 2005. Tipologi Pesan Persuasif. Indonesia: PT. Tunas Jaya Lestari
Suharyanti. 2011. Pengantar Keterampilan Berbicara. Surakarta: Yuma Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: CV. Angkasa
Zuhri, Saifuddin. 2010. Public Speaking. Yogyakarta: Graha Ilmu