Majemuk, Idiom, dan Frasa: Konsep
dan Perbedaannya
Azhari
Dasman Darnis
1. Pendahuluan
Penggabungan kata
atau pemajemukan (compounding) merupakan salah satu proses pembentuk
kata. Pembentukan kata itu merupakan proses yang produktif dalam hampir semua
bahasa. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, terdapat bentuk kaki yang
berarti anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan, (dari
pangkal paha ke bawah) dan meja berarti perkakas (perabot) rumah yang
mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai penyangganya
(KBBI, 2009). Untuk mewadahi konsep bagian bawah meja, penopang, atau
penyangga meja digunakan proses penggabungan kata kaki dengan meja
menjadi kaki meja dengan analogi kaki manusia yang berarti bagian bawah
meja.
Ada beberapa istilah untuk menyebut hasil penggabungan kata itu. Misalnya,
Alisjahbana (1953) menggunakan istilah kata majemuk yang merujuk pada
gabungan dua buah kata atau lebih yang memiliki makna baru. Definisi itu
merupakan identitas idiom (lihat Katamba 1994:291). Fokker (1951) menggunakan
istilah kelompok kata yang dibedakan menjadi kelompok erat untuk
menyebut idiom dan kelompok longgar untuk bukan majemuk. C.A.
Mees (1957) menggunakan istilah kata majemuk dan aneksi. Istilah
pertama untuk idiom dan terakhir untuk yang nonidiomatis. Kridalaksana (1989)
menggunakan istilah paduan leksem atau kompositum. Sama dengan
Alisjahbana, Alwi (1998) dan Moeliono menyebut penggabungan kata dengan majemuk.
Dari beberapa pendapat di atas diketahui bahwa istilah majemuk lebih banyak
digunakan untuk merujuk pada gabungan dua atau lebih leksem atau ata. Para ahli
hanya berbeda pendapat dalam memberi istilah untuk tiap-tiap gabungan kata yang
memiliki makna idiomatis dengan yang tidak. Oleh karena itu, sering
muncul pertanyaan “apakah majemuk itu berbeda atau sama dengan idiom atau
bahkan dengan frasa?”
2. Analisis
- Majemuk (Compounds)
Untuk menampung
konsep yang belum terwadahi dalam sebuah kata, digunakan gabungan kata atau
leksem yang dikenal dengan mejemuk, kompositum, atau perpaduan—yang dalam
bahasa Inggris disebut dengan compounds. Kata kunci dari majemuk adalah
gabungan kata atau leksem. Menurut Bauer (1988), majemuk adalah leksem baru
hasil dari gabungan dua leksem atau lebih. Katamba (1994:291) mengatakan bahwa
majemuk adalah kata yang terdiri atas, minimal, dua dasar yang tiap-tiap dasar
dapat berdiri sendiri. Kridalaksana (2008) menyebutnya sebagai gabungan leksem
dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang memiliki pola
fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa yang
bersangkutan.
Untuk
mengidentifikasi antara majemuk dan bukan majemuk, Kridalaksana (2007)
merumuskan tiga hal berikut.
- Ketaktersisipan. Di antara komponennya tidak dapat disisipi apa pun. Misalnya, angkat bicara merupakan majemuk karena tidak dapat disisipi apa pun. Bandingkan dengan alat negara yang merupakan frasa karena dapat disisipi dari.
- Ketakterluasan. Komponennya tidak dapat diafiksasi dan dimodifikasi, kecuali keseluruhan. Misalnya, kereta api tidak biasa dibentuk menjadi perkerataan api. Bentuk itu hanya dapat diperluas semua komponennya menjadi perkerataapian.
- Ketakterbalikan. Komponennya tidak dapat dipertukarkan. Misalnya naik daun tidak dapat dibalik menjadi daun naik tanpa mengubah maknanya.
- Idiom (Idioms)
Idiom adalah
entitas leksikal yang lebih berfungsi sebagai sebuah kata, walapun terdiri atas
beberapa kata (Katamba, 1994:291). Kridalaksana (2007) mendefinisikan idiom
sebagai konstruksi yang maknanya tidak sama dengan makna komponennya.
Kridalaksana juga membedakan idiom dari semiidiom. Semiidiom menurutnya adalah
konstruksi yang salah satu komponennya mengandung makna khas yang ada dalam
konstruksi itu saja, misalnya mata kaki dan harga diri.
Di Scullio dan
Williams (dalam Katamba, 1994) menyebut idiom dengan istilah listemes
karena kata tersebut harus listed dalam leksikon yang kekhasan
maknanya tidak tunduk pada kaidah umum dan harus dihafalkan. Idiom seperti musang
berbulu ayam atau tertangkap basah tidak dapat diketahui
artinya melalui kata pembentuknya. Bentuk tersebut harus didaftar tersendiri
dalam kamus dan dihafalkan maknanya. Kridalaksana memasukkan idiom ke dalam
bentuk majemuk atau kompositum karena bentuknya yang selalu merupakan gabungan
kata atau leksem.
- Pembagian Bentuk Majemuk
Setiap majemuk,
baik yang terdiri atas dua kata, tiga kata, dan seterusnya selalu memiliki dua
bagian, yaitu kepala (head) dan pewatas (modifier). Misalnya,
bentuk majemuk rumah sakit yang terdiri atas rumah sebagai kepala
dan sakit sebagai pewatasnya. Dalam bentuk majemuk kepala rumah sakit, kepala
sebagai kepala (head) dan rumah sakit menjadi pewatasnya.
Semakin panjang atau banyak elemen pembentuk majemuk semakin sempit
artinya.
Berdasarkan status
komponennya, majemuk dibagi atas dua kelompok besar, yaitu (1) apakah mejemuk
tersebut memiliki kepala: (a) kiri dan (b) kanan; (2) kelas kata kepalanya
(Katamba, 1994: 304). Untuk kelompok pertama, yang berdasarkan keberadaan
kepala majemuk dan letaknya di sebelah kiri atau kanan terbagi atas tiga.
Pertama, majemuk
berkepala. Majemuk itu terdiri atas:
- majemuk berkepala di kanan (the right-hand head rule) atau endosentris, yaitu majemuk yang kepalanya berada pada konstituen atau elemen di sebelah kanan. Sebagian besar majemuk dalam bahasa Inggris adalah endosentris (Katamba,1994), misalnya bird watch; sugar daddy;
- majemuk berkepala di kiri (left-headed compounds), yaitu majemuk yang kepalanya berada pada konstituen atau elemen di sebelah kiri. Bahasa Italia, contohnya, kepala majemuknya berada di sebelah kiri (Scalise, 1984: 125). Bahasa Indonesia dan sebagian bahasa di Asia juga berkepala majemuk di sebelah kiri, misalnya rumah makan dan burung unta.
Majemuk berkepala
atau endosentris merupakan subkelas dari salah satu elemennya. Dengan kata
lain, secara keseluruhan, majemuk tersebut adalah hiponim dari kepala
majemuknya (Bauer, 1988:35). Katamba (1994) lebih jauh menerangkan
ciri-ciri majemuk endosentris, yaitu (1) memiliki kepala, (2) properti
sintaksis kepala memengaruhi keseluruhan majemuk, (3) kepala terletak di kanan,
dan (4) biasanya terdapat hubungan semantis antara majemuk dan kepala.
Kedua, majemuk
takberkepala (headless compound). Majemuk itu terbagi menjadi dua. Pertama,
majemuk bahuvrihi atau eksosentris, yaitu majemuk yang tiap-tiap
elemennya bukan merupakan kepala dari elemen lainnya, dengan kata lain, majemuk
itu bukan merupakan subkelas dari elemennya atau bukan merupakan hiponim
elemennya (Bauer, 1988:35). Nama manusia, binatang, dan tumbuhan sering kali
berbentuk majemuk eksosentris, misalnya red skin (orang Indian Amerika)
dan lidah mertua (nama tumbuhan). Kedua, majemuk kopulatif
atau majemuk dvandva. Majemuk kopulatif ialah majemuk yang memiliki dua
kata yang merupakan pasangan yang secara semantis memiliki status yang
sama dan tidak ada elemen yang mendominasi majemuk tersebut, misalnya:
utara-selatan (kedua arah mata angin tersebut sama-sama penting);
Sony-Ericsson (dua perusahaan melakukan merger untuk membentuk
perusahaan
baru yang berstatus sama).
Bauer (1988:36)
menamakan majemuk jenis itu majemuk akar atau majemuk primer (root compounds
atau primary compounds), sedangkan Kridalaksana (2007) menamai kedua
majemuk ini dengan istilah majemuk sederajat atau koordinatif.
Selain yang ada
pada pembagian di atas, terdapat dua jenis majemuk lain. Pertama,
cranberry words, yaitu majemuk yang salah satu elemennya unik, tidak
terdapat dalam gabungan kata lain. Dalam bahasa Inggris fenomena itu dikenal
dengan nama cranberry (Katamba, 1994: 322), misalnya leksem cran dan
huckle yang hanya muncul dalam majemuk cranberry dan huckleberry.
Kedua, majemuk
neoklasik (neo-classic compounds). Majemuk itu disebut demikian karena
sebagian besar elemennya adalah serapan dari bahasa Yunani atau Latin. Adams
(1973) dan Bauer (1983) menamainya demikian. Kridalaksana menyebut gejala
neoklasik dengan istilah majemuk sintesis karena keduanya merupakan paduan dari
bentuk terikat dan bentuk bebas atau bentuk terikat dengan bentuk terikat.
Majemuk itu berasal dari bahasa asing dan sebagian besar merupakan kosakata
ilmu pengetahuan (Kridalaksana, 2007: 151).
Untuk kelompok
kedua, yang berdasarkan kelas kata kepalanya, majemuk itu terbagi menjadi
tiga jenis. Pertama, majemuk nomina yang terdiri atas (1) nomina
dengan nomina, misalnya kereta api; (2) nomina dengan adjektiva,
misalnya orang asing, (3) nomina dengan verba, misalnya pesawat
tempur; dan (4) preposisi dengan nomina, misalnya overdosis.
Kedua, majemuk
adjektiva yang terdiri atas gabungan (1) nomina dengan adjektiva, (2) adjektiva
dengan adjektiva, misalnya murah meriah, dan (3) preposisi dengan
adjektiva, misalnya overaktif.
Ketiga, majemuk
verba, yaitu verba dengan nomina: (meng)hukum mati. Majemuk verba itu
mempunyai ciri-ciri (1) kepala kata adalah adjektiva atau nomina yang berasal
dari verba, (2) anggota majemuk ditafsirkan sebagai argumen sintaktis dari kepala
nomina deverbal atau adjektiva, (3) nonkepala berfungsi sebagai agen, pasien,
dan sebagainya, dan (4) makna majemuk transparan. Bauer (1988: 36) menyebut
majemuk itu dengan majemuk sintetis atau majemuk inti (nexus compounds).
- Majemuk dan Frasa
Majemuk juga
berbeda dengan frasa. Untuk membedakan antara majemuk dan frasa, perlu
dirumuskan suatu kaidah tersendiri. Misalnya, untuk membedakan frasa dengan
bentuk lain, arti sebuah frasa dapat diketahui dengan mengetahui arti
kata yang membentuknya dan frasa itu tunduk pada kaidah umum. Usaha untuk
membedakan antara majemuk dan frasa, dapat dilihat dalam beberapa bahasa.
Bahasa Inggris, misalnya, menyiasati hal tersebut dengan cara menghilangkan
spasi antarelemen (breakfast) atau menggunakan tanda hubung (hyphen),
misalnya ice-cream; eye-catching. Bahasa Arab menuliskan majemuk secara
terpisah dan elemen keduanya selalu diakhiri oleh kasrah (tanda bunyi [i]).
Dalam bahasa Indonesia, bentuk majemuk ditulis terpisah, kecuali kata tersebut
berpotensi menimbulkan salah pengertian. Agar terhindar dari salah pengertian,
digunakan tanda hubung, misalnya buku-sejarah baru; ibu bapak-kami.
Bentuk majemuk yang mendapat awalan atau akhiran sekaligus ditulis
tergabung dan yang mendapat awalan atau akhiran saja ditulis terpisah, misalnya
bertepuk tangan, sebar luaskan, pertanggungjawaban,
dan menggarisbawahi. Adapun bentuk majemuk atau gabungan
kata yang sudah padu selalu ditulis serangkai.
Contoh:
acapkali
bilamana
darmabakti
dukacita
|
kasatmata
matahari
olahraga
saripati
|
segitiga
sukacita
sukarela
wiraswata
|
3. Penutup
Pemajemukan atau compounding
adalah salah satu proses pembentuk kata baru yang produktif. Proses itu
terdapat dalam hampir semua bahasa, bahkan dalam banyak bahasa, majemuk
merupakan tipe utama dari leksem atau kata baru (Bauer,1988:33). Majemuk juga
mencakup idiom yang memiliki makna yang tetap dan tidak dapat diprediksi.
Para ahli sependapat atas sebagian besar fenomena majemuk. Mereka hanya berbeda
pendapat pada sebagian kecil, misalnya, istilah majemuk sintetis yang
diungkapkan Bauer dengan yang diajukan Kridalaksana kemudian. Perbedaan
tersebut, mungkin, disebabkan oleh sifat bahasa yang menjadi data yang tidak
hanya universal, tetapi sekaligus unik.
Daftar Pustaka
Bauer, Laurie.
1988. Introducing Linguostic Morphology. Edinburgh:
Edinburgh University Press.
Edinburgh University Press.
Katamba, Francis.
1994. Morphology. London: Macmillan Press LTD.
Kridalaksana,
Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
------------. 2008.
Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1997. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Pusat Pembinaan dan
Pengembanagan Bahasa. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sumber: Pusat Bahasa