PROGRAM BIMBINGAN DI SEKOLAH DAN PERANAN GURU DALAM PELAKSANAANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Prinsip-prinsip bimbingan harus
diterjemahkan ke dalam program-program sebagai pedoman pelaksanaan di sekolah.
Di dalam menerjemahkan prinsip ke dalam program peranan guru sangat penting
karena guru merupakan sumber yang sangat menguasai informasi tentang keadaan
siswa. Di dalam membuat program tersebut, kerja sama konselor dengan personel
lain di sekolah merupakan suatu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Kerja
sama ini akan menjamin tersususnnya program bimbingan dan konseling yang
komprehensif, memenuhi sasaran, serta realistik.
Meskipun
keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah sudah lebih diakui
sebagai profesi, namun masih ada persepsi negatif tentang bimbingan dan
konseling terutama keberadaannya di sekolah dari para guru, sebagian pengawas,
kepala sekolah, para siswa, orang tua siswa bahkan dari guru BK sendiri. Selain
persepsi negatif tentang BK, juga sering muncul tudingan miring terhadap guru
bimbingan dan konseling di sekolah.
Munculnya
persepsi negatif tentang BK dan tudingan-tudingan miring terhadap guru BK
antara lain disebabkan ketidaktahuan akan tugas, peran, fungsi, dan tanggung
jawab guru BK itu sendiri. Selain itu, bisa disebabkan oleh tidak disusunnya
program BK secara terencana.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan rumusan permasalahan sebagai
berikut:
1.
Bagaimanakah program bimbingan dan konseling di sekolah?
2.
Bagaimanakah peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Mengetahui
program bimbingan dan konseling di sekolah
2. Mengetahui
program bimbingan di sekolah
1.4
Manfaat Penulisan
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Dapat
memberikan informasi-informasi penting
yang tentunya bermanfaat bagi para calon pengajar sehingga tahu lebih detail
mengenai Program bimbingan sekolah.
b. Menambah
wawasan atau pengetahuan kita tentang Program bimbingan sekolah sehingga berguna dan untuk bekal kita
sebagai calon pendidik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Program Bimbingan di Sekolah
Kegiatan bimbingan dan konseling dapat
mencapai hasil yang efektif bilamana dimulai dari adanya program yang disusun
dengan baik.
Pengertian Program Bimbingan
Pengertian Program Bimbingan
Menurut
pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981) program
bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus
yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri.
Rochman
Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) menyatakan bahwa program bimbingan yang
disusun dengan baik dan rinci akan memberikan banyak keuntungan, seperti:
a.
Memungkinkan para petugas menghemat
waktu, usaha, biaya, dengan menghindari kesalahan-kesalahan, dan usaha
coba-coba yang tidak menguntungkan.
b.
Memungkinkan siswa untuk mendapatkan
layanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam hal kesempatan,
ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang diperlukan;
c.
Memungkinkan setiap petugas mengetahui
dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui bagaimana dan di mana
mereka harus melakukan upaya secara tetap; dan
d.
Memungkinkan para petugas untuk
menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kemajuannya sendiri dan untuk
kepentingan siswa dibimbingnya.
Pendapat
di atas menekankan perlunya rumusan program bimbingan yang jelas dan
sistematik.
2.2
Langkah-Langkah Penyusunan Program Bimbinga
Dalam
penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti dikemukakan
oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) seperti
berikut:
a.
Tahap persiapan.
b.
Pertemuan-pertemuan permulaan dengan
para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin sekolah.
c.
Pembentukan panitia penyelenggara
program.
d.
Pembentukan panitia sementara untuk
merumuskan program bimbingan.
2.3
Variasi Program Bimbingan menurut Jenjang pendidikan
Winkel
(1991) memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program
bimbingan di tingkat pendidikan tertentu, yaitu:
a.
Menyusun tujuan jenjang pendidikan
tertentu, seperti yang telah dirumuskan.
b.
Menyusun tugas-tugas perkembangan dan
kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap perkembangan tertentu.
c.
Menyusun pola dasar yang dipedomani
dalam memberikan layanan.
d.
Menentukan komponen-komponen bimbingan
yang diprioritaskan.
e.
Menentukan bentuk bimbingan yang
sebaiknya diutamakan.
f.
Menentukan tenaga-tenaga bimbingan yang
dapat dimanfaatkan, misalkan konselor, guru atau tenaga ahli lainnya.
Berdasarkan
rambu-rambu tersebut, program bimbingan untuk masing-masing jenjang pendidikan
dapat dirumuskan dengan tepat sesuai dengan karakteristiknya.
a.
Pendidikan
Taman Kanak-Kanak
Taman
kanak-kanak sebenarnya belum termasuk jenjang pendidikan formal dan lebih
dikenal dengan pendidikan prasekolah.
b.
Program
Bimbingan di Sekolah Dasar.
Berkenaan
dengan penyusunan program bimbingan di sekolahdasar, Gibson dan Mitchell (19810
mengemukakan beberapa factor yang harus dipertimbangkan, seperti:
-
Kegiatan bimbingan di SD hendaknya lebih
menekankan pada aktivitas-aktivitas belajar.
-
Di SD masih menggunakan system guru
kelas sehingga seandainya ada anak yang tidak disenangi oleh guru, maka akan
lebih fatal akibatnya.
-
Adanya kecendrungan seorang anak
bergantung kepada teman sebayanya.
-
Minat orang tua dominan mempengaruhi
nilai kehidupan anak.
-
Masalah-masalah yang timbul di tingkat
SD, dan tidak terlalu kompleks.
c.
Program
Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Secara
garis besar program bimbingan dan konseling di SLTP hendaknya berorientasi
kepada:
-
Bimbingan belajar, karena cara belajar
di SLTP berbeda dengan di SD.
-
Bimbingan tentang hubungan muda-mudi,
karena pada usia ini mereka mulai mengenal hubungan cinta kasih (Gibson dan
Mitchell, 1981).
-
Pada usia ini mereka mulai membentuk
kelompok sebaya, maka program bimbingan hendaknya juga menangani
masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan social.
-
Bimbingan yang berorientasi pada
tugas-tugas perkembangan anak usia 12-15 tahun.
-
Bimbingan karier baik yang menyangkut
pemahaman tentang dunia pendidikan atau pekerjaan.
d.
Program
Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Program
bimbingan di SLTA hendaknya berorientasi kepada:
-
Hubungan muda-mudi/hubungan social.
-
Pemberian informasi pendidikan dan
jabatan.
-
Bimbingan cara belajar.
-
Program Bimbingan di Perguruan Tinggi.
-
Efektivitas dan efisiensi program
bimbingan dapat terwujud bila diarahkan kepada masalah-masalah sebagaimana
digambarkan di atas. Oleh sebab itu, program bimbingan di perguruan tinggi
hendaknya berorientasi kepada:
-
Bimbingan belajar di perguruan tinggi
atau bimbingan yang bersifat akademik.
-
Hubungan social dan hubungan muda-mudi.
2.4
Tenaga Bimbingan di Sekolah Beserta Fungsi dan Peranannya.
Dalam
kurikulum SMA 1975 Buku III C tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan
dikemukakan bahwa konselor di sekolah terdiri dari:
-
Kepala sekolah
-
Penyuluh Pendidikan (Konselor sekolah)
-
Guru Pembimbing/Wali Kelas
-
Guru/Pengajar
-
Petugas Administrasi
2.5 Struktur Organisasi Bimbingan
dan Konseling di Sekolah
Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah merupakan tanggung jawab kepala sekolah. Program bimbingan
di sekolah merupakan bagian yang terintegrasi dengan seluruh kegiatan
pendidikan. Dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C dinyatakan bahwa kepala
sekolah berperan langsung sebagai koordinator bimbingan dan berwenang untuk
menentukan garis kebijaksanaan bimbingan, sedangkan konselor merupakan pembantu
kepala sekolah yang bertanggung jawab kepada kepala sekolah. Mekanisme
Implementasi Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Untuk melaksanakan
program bimbingan dan konseling di sekolah, konselor beserta personel lainnya
perlu memperhatikan komponen kegiatan sebagai berikut:
-
Komponen pemrosesan data
-
Komponen kegiatan pemberian informasi
-
Komponen kegiatan konseling
-
Komponen pelaksana
-
Komponen metode/alat
-
Komponen waktu kegiatan
-
Komponen sumber data
2.6
Peranan Guru dalam Pelaksanaan Bimbingan di Sekolah
Dalam
layanan bimbingan, guru mempunyai beberapa tugas utama, sebagaimana dituangkan
dalam kurikulum SMA 1975 tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tugas Guru dalam Layanan Bimbingan
di Kelas.
Perilaku
guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, misalnya guru yang bersifat
otoriter akan menimbulkan suasana tegang, hubungan guru siswa menjadi kaku,
keterbukaan siswa untuk mengemukakan kesulitan-kesulitan sehubungan dengan
pelajaran itu menjadi terbatas, dan sebagainya. Oleh Karena itu, guru harus
dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar mengajar. Sehubungan
dengan itu, Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya mengemukakan beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh guru dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan
fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
-
Perlakuan terhadap siswa didasarkan atas
keyakinan bahwa sebagai individu, siswa memiliki potensi untuk berkembang dan
maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
-
Sikap yang positif dan wajar terhadap
siswa.
-
Perlakuan terhadap siswa secara hangat,
ramah, rendah hati, menyenangkan.
-
Pemahaman siswa secara empatik.
-
Penghargaan terhadap martabat siswa
sebagai individu.
-
Penampilan diri secara asli (genuine)
tidak berpura-pura, di depan siswa.
-
Kekonkretan dalam menyatakan diri.
-
Penerimaan siswa secara apa adanya.
-
Perlakuan terhadap siswa secara
permissive.
-
Kepekaan terhadap perasaan yang
dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa untuk menyadari perasaannya itu.
-
Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan
terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan
menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa.
-
Penyesuaian diri terhadap keadaan yang
khusus.
Abu
Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembiming dalam melaksanakan
proses belajar-mengajar, sebagai berikut:
-
Menyediakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan setiap siswa merasaaman, dan berkeyanikan bahwa kecakapan dan
prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.
-
Mengusahakan agar siswa-siswa dapat
memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.
-
Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi
tingkah laku social yang baik.
-
Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi
setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
-
Membantu memilih jabatan yang cocok,
sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minatnya.
Tugas Guru dalam Operasional
Bimbingan di Luar Kelas
Tugas
guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses
belajar-mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan
di luar kelas. Tugas-tugas bimbingan itu antara lain:
-
memberikan pengajaran perbaikan
(remedial teaching).
-
memberikan pengayaan dan pengembangan
bakat siswa.
-
melakukan kunjungan rumah (home visit).
-
menyelenggarakan kelompok belajar.
Beberapa contoh kegiatan tersebut
memberikan bukti bahwa tugas guru dalam kegiatan bimbingan sangat penting.
Kegiatan bimbingan tidak semata-mata tugas konselor saja. Tanpa peran serta
guru, pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terwujud
secara optimal.
C.
Kerja Sama Guru dengan Konselor dalam Layanan Bimbingan
Dalam
kegiatan-kegiatan belajar-mengajar sangat diperlukan adanya kerja sama antara
guru dengan konselor demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan tugas
pook guru dalam proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
bimbingan, sebaliknya layanan bimbingan di sekolah perlu dukungan atau bantuan
guru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Program bimbingan menyangkut dua actor,
yaitu: (1) actor pelaksana atau orang yang akan memberikan bimbingan dan (2)
actor-faktor yang berkaitan dengan perlengkapan, metode, bentuk layanan
siswa-siswa, dan sebagainya, yang mempunyai kaitan dengan kegiatan bimbingan.
2.
Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan
di sekolah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) tugas dalam layanan
bimbingan dalam kelas dan (2) di luar kelas.
DAFTAR PUSTAKA
A.Hellen.
2005. Bimbingan dan konseling. Ciputat: Quantum Teaching.
Ahmad,
Abu. 19977. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Semarang: Toha Putra.
Depdikbud.
1976. Kurikulum Sekolah Menengah Atas 1975, Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta:
Balai Pustaka.
Natawidjaja,
Rochman. 1989. Peranan Guru dalam Bimbingan. Bandung: Abardin.